Jakarta, STB – Ikatan jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menggelar Sarasehan Nasional demi tumbuhkan jurnalisme positif untuk menjaga kemerdekaan pers di era digital. Memasuki usia ke 25 tahun, IJTI bertanggungjawab memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara melalui karya jurnalis audio visual berkualitas.
Dewan Pertimbangan IJTI Pusat Dr Makroen Sanjaya mengatakan, jurnalis kini berada di dunia yang ‘abu-abu’ yang harus dapat meminimalisir disinformasi. Tantangan dalam menangkal berita bohong terkait sosial, budaya dan politik di tengah komplikasi pemberitaan di Era digital.
“Kerja jurnalis dimasa sekarang sangat kompleks saat mengadapi distrupsi digital yang sangat luar biasa. Produk jurnalistik yang kredibel dan independen harus disertai dengan kecepatan mengidentifikasi konten hoax,” katanya, saat menjadi pembicara di Hotel Milenium, Sabtu (7/10).
Makroen menjelaskan, Digital Presence harus dicermati dan dikelola dengan baik secara jeli dan mendalam, melihat suatu permasalahan yang kemudian dikemas menjadi sebuah produk jurnalistik. Era distrupsi butuh regulasi, culture, mindset dan marketing yang mumpuni.
Menurutnya, kebutuhan audiens sangat mencerminkan kewalitas sebuah produk jurnalistik yang independen dan kredibel. Pola konsumsi audiens media digital dari hari ke hari terus menurun, kenyataan itu harus diakui oleh seluruh perusahaan pers digital di Indonesia.
“Contoh yang paling simple adalah durasi sebuah konten untuk menjamin pola konsumsi produk jurnalistik yang positif, demi menjaga kemerdekaan pers di era digital seperti sekarang ini. Kerja jurnalis harus direfleksi untuk menjaga tingkat positif dan kuwalitas,” ujarnya.
Komisi Pengaduan Dewan Pers Yadi Hendrayana mengaku, dimasa sekarang banyak laporan terkait sebuah produk jurnalistik yang mengabaikan etika dan panduan penulisan berita yang tidak mengacu pada dasar 5W 1H.
“Fakta dilapangan yang terjadi saat ini banyak media yang menggunakan simbol negara yang mengarah pada pemberitaan bohong dengan tujuan tertentu. Hal itu makin menjadi saat memasuki pesta demokrasi di tingkat daerah dan sekala nasional,” katanya.
Yadi merinci, pada tahun 2023 ada sekitar 619 pengaduan yang masuk ke Dewan Pers terkait sebuah pemberitaan. Untuk mengidentifikasi hal itu, seluruh media mainstrem harus menjunjung tinggi jurnalisme yang positif, untuk mengawal literasi digitalisasi informasi itu sendiri.
“Kenapa media yang belum menjalani verifikasi sangat rusak di hampir setiap daerah. Angkanya diatas 50 ribu hostingan yang mengarah ke pemerasan yang mengangkat berira bohong demi tujuan tertentu,” ujarnya.
Mereka itu, kata Yadi, bukan insan pers, tetapi bisa dikatakan sebagai penunggang gelap yang ingin memanfaatkan instrumen media dengan kemasan produk jurnalistik tertentu yang mengatasnamakan kebebasan pers. Seperti penggunaan atribut alat negara yang bisa disebut sebagai penjahat pers.
Batam, STB – Turnamen Domino Kapolda Kepulauan Riau Cup dalam rangka memperingati HUT Bhayangkara ke-79…
BATAM, STB.COM - Sebanyak 600 peserta yang di bagi menjadi 300 tim mengikuti turnamen Domino…
Batam, STB – Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke-78 tahun 2025, Kepolisian…
Batam, STB – Barisan Muda Tionghoa Indonesia (BMTI) memperingati hari jadinya yang ke-10 tahun dengan…
Batam, STB - Unit Reserse Kriminal Polsek Batam Kota berhasil mengungkap dugaan tindak pidana penempatan…
JAKARTA, STB.COM - Komandan Pasmar 1 (Danpasmar 1), Kolonel Marinir Ena Sulaksana, S.E, memimpin Upacara…